Jumat, 31 Maret 2017

sejarah sultan iskandar muda

Perjuangan Sultan Iskandar Muda

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh. Ibu kota Kesultanan Aceh adalah Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). DIa berhasil membangun jaringan perdagangan dan angkatan perang yang kuat. Wilayah kekuasaannya sampai Sumatra Barat, Riau, dan Semenanjung Malaka. Salah satu peninggalan Kerajaan Aceh yang terkenal adalah Masjid Raya Baiturrahman.

1. Perjuangan apa yang telah dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda?
  • Membangun Angkatan Perang dengan mencari tenaga-tenaga muda untuk menjadi anggota Angkatan Perang di daerah kekuasaannya.
  • Penataan Pemerintah melalui pembagian wilayah yang disebut mukim dan membuat Peraturan Perekenonomian Negara. Untuk mengatur maslah perekenonomian terdapat sebuah Lembaga Negara yang disebut Baitulmal.
  • Sebagai raja dari sebuah kerajaan Islam dengan sendirinya beliau untuk pembangunan perekonomian sangat besar. Pada tahun 1614 Sultan Iskandar Muda membangun Masjid Baitur Rahman.
  • Selama menjadi Raja Aceh, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap anti penjajahan asing dan sikap ini nampak terwujud di dalam menghadapi bangsa-bangsa asing yang datang ke Aceh. Ia selalu menunjukkan sikap tegas dan berwibawa sebagai Raja dari sebuah Kerajaan ”Merdeka”.
  • Memimpin serangan besar-besaran melawan bangsa Portugis yang berkedudukan di Maluku pada tahun 1615. Akan tetapi kegagalan yang disertai oleh sekian banyak korban tidak mematahkan semangat Sultan Iskandar Muda. 
  • Pada tahun 1635 Sultan Iskandar Muda menyerang Panang, alasan penyerangannya karena Panang membantu Portugis pada waktu kerajaan Aceh menyerang Portugis.
sultan iskandar muda
2. Apa dampak dari perjuangan Sultan Iskandar Muda terhadap kerajaan Aceh?
  • Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang kuat, besar, dan tidak saja disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di nusantara, namun juga oleh dunia luar.
  • Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan tatanan dan peraturan perekonomian kerajaan. Dalam wilayah kerajaan terdapat bandar transit yang letaknya sangat strategis (Banda Aceh) sehingga dapat menghubungkan dunia luar, terutama negeri Barat. perekonomian kerajaan sangat terbantu dan meningkat tajam.
  • Sultan Iskandar Muda dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Eropa. Beliau pernah menjalin komunikasi yang baik dengan Inggris, Belanda, Perancis, dan Ustmaniyah Turki.
  • Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap anti-kolonialismenya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan yang membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis.

3. Sikap kepahlawanan apa yang dimiliki oleh Sultan Iskandar Muda?
  • Cinta tanah air, beliau tidak mau negaranya dijajah dan berusaha melawan setiap bangsa asing yang ingin menjajah Kerajaan Aceh.
  • Pantang menyerah, beliau walaupun mengalami kegagalan yang disertai oleh sekian banyak korban tidak mematahkan semangat Sultan Iskandar Muda. Beliau tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan negarnya.
  • Kerja keras, beliau membangun perekonomian dan angkatan perang yang kuat demi kemajuan Kerajaan Aceh.
  • Anti penjajah, beliau menghadapi bangsa-bangsa asing yang datang ke Aceh dengan tujuan menjajah.

4. Berikan pendapatmu apakah Sultan Iskandar Muda dapat disebut sebagai pahlawan pada masa kerajaan Aceh?
Pahlawan adalah seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan Negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Berdasarkan jasa dan pengabdian beliau sangat tepat apabila Sultan Iskandar Muda disebut sebagai pahlawan. Beliau berjuang mempertahankan kemerdekaan negaranya sampai titik darah penghabisan.

sejarah sultan hasanudin

Sultan Hasanuddin
“Membangun Benteng dengan Derita”
Image
Sultan Hasanuddin

Dalam masa pemerintahannya, terutama saat membangun benteng pertahanan di Mariso, Sultan Hasanuddin ditenggarai telah menindas serta menganiaya rakyat dan bangsawan Bone.,
        Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke XVI. Ia lahir di Makasar, 12 Januari 1631. Ia putera kedua dari Sultan Muhammad Said atau Sultan Malikussaid. Beliau merupakan Raja Gowa ke XV.
        Banyak penulis sejarah mengatakan bahwa Sultan Hasanuddin bukan “Anak Pattola” artinya bukan Putera Mahkota yang paling memenuhi syarat untuk menduduki tahta Kerajaan Gowa. Karena ia lahir sebelum ayahnya menjadi Raja Gowa dan ibunya bukan dari golongan Anak Karaeng ti’no.
        Sultan Haasanuddin memang bukan Anak Pattola yang memenuhi syarat untuk menduduki Kerajaan Gowa, namun beliau juga dapat menduduki tahta Kerajaan Gowa yang sedang berada dalam puncak kejayaannya tanpa ada reaksi, oposisi, atau perlawanan dari pihak lain. Padahal tercatat dalam sejarah sebagai Perang Mahkota atau Perang Suksesi yaitu perang untuk menentukan siapa yang menjadi Raja.
        Lalu apa yang membuat Sultan Hasanuddin dapat menduduki tahta Kerajaan Gowa?
        Ternyata karena ayahandanya, Sultan Muhammad Said, Raja Gowa ke XV sebelum wafatnya beramanat untuk Sultan Hasanuddin agar mewarisi pemerintahan.
        Hal tersebut menjadi satu kekuatan karena adat Kerajaan Gowa itu amanat Raja Gowa tidak boleh dibantah dan harus ditaati.
Selain itu, faktor yang sangat penting dan mendukung Sultan Hasanuddin yang bukan “Anak Pattola” dapat menaiki tahta Kerajaan Gowa karena ia memiliki sifat-sifat yang menonjol. Ia terkenal cerdas, gagah berani, dan bijaksana. Beliau juga pernah memangku jabatan penting sebelum menjadi Raja Gowa XVI, Sultan Hasanuddin adalah Karaeng Tumakajannangang  atau panglima perang yang mengurus dan memikirkan mengenai strategi peperangan dan pertahanan.
Disamping itu, yang menyebabkan Sultan Hasanuddin menduduki tahta Kerajaan Gowa ialah faktor keturunan. Yang menurut adat Kerajaan Gowa masih berhak untuk menjadi Raja Gowa.
Kerajaan Gowa terletak di posisi yang strategis yakni di ujung selatan jazirah barat daya pulau Sulawesi dengan ibukotanya yang terkenal dengan nama Sombaopu terletak di Pantai Selat Makassar.
Sultan Hasanuddin melanjutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan monopoli perdagangannya di Indonesia bagian timur. VOC menganggap orang—orang Makasar dan Kerajaan Gowa sebagai penghalang dan saingan berat. Bahkan VOC menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya. Mereka berusaha dengan jalan diplomasi. Belanda selalu ingin menjalankan perdagangan monopoli hasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Belanda melarang orang Makasar berdagang dengan musuh-musuh Belanda yaitu Portugis.
Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa.kerajaan Gowa menentang dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin berpendirian sama bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama. Itu sebabnya Kerajaan Gowa menentang usaha monopoli VOC dan ini yang membuat VOC berusaha untu menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa.
Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara orang-orang Makasar yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dan VOC dipimpin oleh Laksamana Speelman. Bertujuan untuk menyingkirkan Kerajaan Gowa.
Pertempuran-pertempuran terus berlangsung begitu pula diadakannya berbagai perjanjian perdamaian dan gencatan senjata, namun selalu dilanggar oleh VOC dan merugikan Kerajaan Gowa. Wilayah Kerajaan Gowa semakin sempit karena pasukan-pasukan musuh yang semakin lama semakin mendesak.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bungaya, pada 18 November 1667. Setelah merasa Perjanjian Bungaya itu sangat merugikan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa, akhirnya pada 12 April 1668 perang kembali pecah. Pada 24 Juni 1669 jatuhlah Banteng Sombaopu yakni benteng utama dan tertangguh Kerajaan Gowa.
Karena kegagahan dan keberaniannya melawan VOC, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Kawasan Timur.
Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670 setelah menderita penyakit ari-ari, setelah kurang lebih tujuh belas tahun memerintah dan memimpin Kerajaan Gowa. Ia dimakamkan di Katangka, Makasar.
Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepada Sultan Hasanuddin diteguhkan dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 087/TK/1973 pada tanggal 6 November 1973.

KONTROVERSI

        Ada kalangan yang menyebutkan bahwa Sultan Hasanuddin telah menindas serta menganiaya rakyat dan bangsawan Bone. Dalam pengerahan tenaga membuat benteng pertahanan dan meggali parit  yang besar inilah bangsawan Bone banyak mengalami penderitaan.
        Aru Palaka sebagai salah seorang pemimpin Bone tidak bisa menerima adanya paksaan untuk membangun benteng itu. Maka di bawah pimpinan Aru Palaka itu terjadi pemberontakan orang Bone yang dimulai bulan September 1660, tepat di Tallo diadakan pesta panen. Pada saat itulah tawanan dan para pekerja melarikan diri.
        Mereka kemudian menyebrang ke Buton untuk memperoleh perlindungan Sultan Buton. Tapi pada tahun1663 Aru Palaka dan kawan-kawan meninggalkan Buton dengan kapal Belanda. Mereka bermaksud ke Batavia untuk meminta bantuan VOC agar mengadakan perjanjian untuk membebaskan rakyat Bone dari Kerajaan Gowa.
        Aru Palaka kembali ke Bone dan menyatukan rakyat Bone untuk bersama-sama menyerang Kerajaan Gowa. Setelah pertempuran yang melelahkan akhirnya Gowa menyerah dan menandatangani perjanjian Bungaya. Sejak saat itu, Aru Palaka menjadi sultsn di Bone dan menggeser pengaruh Kerajaan Gowa sebagai kesultanan terbesar di Indonesia bagian timur.
        Lalu ada kalangan yang mempertanyakan Aru Palaka ini pahlawan atau pengkhianat bangsa? Dalam sejarah pahlawan indonesia, ia termasuk pengkhianat karena menerima bantuan dari pihak Belanda.
Selain itu, ada kalangan yang mengatakan bahwa pahlawan itu hanya sebuah pemaknaan, menurut kita Aru Palaka adalah seorang pengkhianat, namun menurut rakyatnya ia pahlawan, karena telah membebaskan mereka dari jajahan Kerajaan Gowa. Aru Palaka mungkin memang boneka boneka Belanda, akan tetapi ia merupakan pahlawan untuk Bugis.
        Bukankah seluruh Sulawesi Selatan baru dikuasai Belanda tahun 1905, yaitu saat Kerajaan Bone ditaklukkan? Jadi, belanda butuh waktu 238 tahun untuk menaklukkan seluruh Sulawesi Selatan mulai dari Perang Gowa tahun 1667 sampai Perang Bone 1905.
        Namun ada yang menilai bahwa Aru Palaka dan Sultan Hasanuddin punya pendirian masing-masing. Keduanya pun sama-sama berjuang demi bangsanya. Hanya saja waktu keduanya saling bersingguhan. Bukankah dalam perjalanan waktu, kedua kerajaan ini dengan gigih meneruskan perlawanan melawan VOC?***

sejarah soekarno

Sejarah Singkat Kisah Hidup Ir. Soekarno - Bapak Proklamator RI
Sejarah Singkat Kisah Hidup Ir. Soekarno - Bapak Proklamator RI


Perjalanan Hidup Soekarno
Perjalanan hidup Ir. Soekarno dimulai dari masa ketika ia lahir dari pasangan aristokrat Raden Soekemi Sosrodihardjo yang merupakan guru TK di Jawa dan istri Bali-nya yang berasal dari kasta Brahma, bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno kecil dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 dan memiliki nama Kusno Sosrodihardjo. Setelah lulus dari SD lokal pada tahun 1912, Soekarno dikirim menuju Europeesche Lagere School, sebuah sekolah SD Belanda yang terletak di Mojokerto. Pada tahun 1916, ayahnya mengirim Soekarno ke Surabaya untuk masuk ke Hogere Burger School (sebuah sekolah persiapan kuliah milik Belanda) dimana Soekarno bertemu Tjokroaminoto, seorang nasionalis dan pendiri Sarekat Islam, sekaligus pemilik tempat kos yang ia tinggali saat itu. Empat tahun setelahnya, Soekarno kemudian menikahi Siti Oetari yang merupakan anak dari Tjokroaminoto. Pada tahun 1921, Soekarno akhirnya berhasil masuk ke Technische Hogeschool (sekarang ITB) di Bandung.
Ketika melanjutkan kuliah di Bandung, Soekarno memfokuskan dirinya untuk mengambil jurusan civil engineering dan mengambil jurusan arsitektur. Pada saat dia berada di Bandung inilah ia bertemu Inggit Garnasih, yang pada saat itu adalah istri dari pemilik rumah kos tempat ia tinggal, Sanoesi. Perbedaan usia Inggit yang lebih tua 13 tahun dari Soekarno tidak membuatnya gentar, dan mereka berdua kemudian menjalin kisah asmara. Pada tahun 1923, kisah rumah tangga Soekarno dan Siti Oetari berakhir karena Soekarno ingin menikahi Inggit, dimana Inggit juga akhirnya menceraikan suaminya agar mereka berdua bisa menikah.
Kisah hidup Ir. Soekarno mulai memasuki babak baru ketika ia mempelajari banyak hal. Dalam masa pembelajarannya ini, Soekarno dinilai amat modern baik dalam pandangan arsitektural maupun politik. Ia sangat membenci feodalisme Jawa yang ia nilai hanya membawa negara mundur dan menyalahkan sistem tersebut sebagai alasan mengapa Belanda bisa sampai datang, menduduki Indonesia, dan mengeksploitasinya. Ia juga menyalahkan kurangnya pendidikan dan kemiskinan masyarakat sebagai alasan bisa dilakukannya imperialisme barat, yang oleh Soekarno disebut dengan exploitation de l’homme par l’homme. Kemudian dikeluarkanlah semua ide yang ia miliki ini melalui rancang kota dan sosial politiknya, walaupun ia tak memperdalam minatnya akan seni modern ke bidang musik pop. Bagi Soekarno, modernitas itu tidak memandang ras, indah dan cakap dipakai, dan anti-imperialis.
Sebenarnya ide nasionalis sendiri sudah hinggap pada jiwa Soekarno ketika ia tinggal bersama Tjokroaminoto. Pada masa inilah ia pertama kali terpapar kepada nasionalisme. Hasilnya adalah ketika ia menjadi pelajar di Bandung, ia terus mempelajari filsuf politik agama, Eropa, Amerika, komunis, dan nasionalis, dimana pada akhirnya ia menciptakan ideologi politik sendiri yang merupakan self-sufficiency sosialis bergaya Indonesia. Ide ini kemudia ia beri nama Marhaenisme yang berasal dari Marhaen, rakyat jelata yang ia temui di Bandung dimana Marhaen memiliki sebidang tanah sendiri, mengerjakannya sendiri, dan mendapat penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarganya. Selain itu juga di universitasnya, Soekarno mulai mengorganisir sebuah klub belajar untuk murid-murid Indonesia.
Perjalanan hidup Ir. Soekarno kembali berubah ketika ia dan salah satu temannya dari klub belajar di universitasnya membentuk partai pro-kemerdekaan yang diberi nama Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI merupakan partai yang mempromosikan sekularisme dan persatuan dari banyaknya etnis di Hindia-Belanda demi mencapai Indonesia yang bersatu. PNI mulai tenar ketika Sarekat Islam dibubarkan pada awal 1920-an dan hancurnya Partai Komunis Indonesia setelah gagal melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Karena hal ini juga PNI mulai terendus oleh pemerintahan kolonial, menyebabkan seringnya terjadi gangguan oleh polisi kolonial yang berujung pada penangkapan Soekarno dan beberapa tokoh kunci PNI. Soekarno kemudian dijatuhi hukuman penjara 4 tahun di Suka miskin, Bandung, tapi dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931 karena pidatonya yang menggema di hati setiap masyarakat, menciptakan tekanan pada bihak Belanda. Ketika dilepaskan, Soekarno sudah menjadi pahlawan yang populer di setiap bagian negara Indonesia.
Setelah kejadian penangkapan berlalu, Soekarno mulai menyibukkan diri dengan masa-masa kebangkitan nasional dimana Soekarno dan Hatta sudah memperhitungkan tentang perang Pasifik dan kemungkinan Jepang maju ke Indonesia yang amat krusial bagi upaya kemerdekaan Indonesia. Pihak Jepang ternyata memiliki catatan sendiri tentang Soekarno yang membuat mereka mendekati Soekarno dengan penuh hormat, bertujuan untuk menggunakannya sebagai pengorganisir orang-orang Indonesia sementara Soekarno berniat menggunakan Jepang sebagai motor penggerak kemerdekaan Indonesia.
Kisah hidup Ir. Soekarno kembali membuka halaman baru setelah para penjajah hilang dari muka Indonesia, dengan kesibukannya yang kini menjadi presiden pertama Indonesia dibantu dengan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Soekarno juga menciptakan beberapa strategi dan pemikiran saat pasukan Sekutu kembali datang ke Indonesia. Soekarno digulingkan oleh Soeharto pada 12 Maret 1967, dan menjadi tahanan rumah di Istana Bogor. Soekarno kemudian meninggal dunia pada 21 Juni 1970 karena gagal ginjal.
Sekian artikel mengenai Sejarah Singkat Kisah Hidup Ir. Soekarno – Bapak Proklamator RI, semoga bermanfaat dan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan kita mengenai tokoh nasional yang sama-sama kita banggakan ini.

Sejarah Tuanku Imam Bonjol

Sejarah Singkat Tuanku Imam Bonjol



Sejarah Singkat Tuanku Imam Bonjol




Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 – wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), bernama asli Muhammad Shahab atau Petto Syarif, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.


Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Indonesia pada tahun 1772.Beliau kemudiannya meninggal dunia di Manado, Sulawesi pada 6 November 1864 dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Khusus Lotak, Minahasa.

Tuanku Imam Bonjol bukanlah seorang Minahasa. Dia berasal dari Sumatera Barat. “Tuanku Imam Bonjol” adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin.

Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belandayang memiliki semboyan Gold, Glory, Gospel sehingga mengakibatkan perang Padri (1821-1837).

Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pengasas negeri Bonjol.

Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang murni.

Golongan adat yang merasa terancam kedudukanya, mendapat bantuan dari Belanda. Namun gerakan pasukan Imam Bonjol yang cukup tangguh sangat membahayakan kedudukan Belanda. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824. Perjanjian itu disebut “Perjanjian Masang”. Tetapi perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat.

Pertempuran-pertempuran berikutnya tidak banyak bererti, kerena Belanda harus mengumpul kekuatanya terhadap Perang Diponogoro. Tetapi setelah Perang Diponogoro selesai, maka Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menaklukan seluruh Sumatra Barat.

Imam Bonjol dan pasukanya tak mahu menyerah dan dengan gigih membendung kekuatan musuh. Namun Kekuatan Belanda sangat besar, sehingga satu demi satu daerah Imam Bonjol dapat direbut Belanda. Tapi tiga bulan kemudian Bonjol dapat direbut kembali. Ini terjadi pada tahun 1832.

Belanda kembali mengerahkan kekuatan pasukanya yang besar. Tak ketinggalan Gabernor Jeneral Van den Bosch ikut memimpin serangan ke atas Bonjol. Namun ia gagal. Ia mengajak Imam Bonjol berdamai dengan maklumat “Palakat Panjang”, Tapi Tuanku Imam curiga.

Untuk waktu-wakyu selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia tak mahukan untuk berdamai dengan Belanda.Tiga kali Belanda mengganti panglima perangnya untuk merebut Bonjol, sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat. Setelah tiga tahun dikepung, barulah Bonjol dapat dikuasai, iaitu pada tanggal 16 Ogos 1837.

Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berjaya diambil alih oleh Belanda, dan Imam Bonjol akhirnya menyerah kalah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat, dan pada akhirnya dibawa ke Minahasa. Dia diakui sebagai pahlawan nasional.

Sebuah bangunan berciri khas Sumatera melindungi makam Imam Bonjol. Sebuah relief menggambarkan Imam Bonjol dalam perang Padri menghiasi salah satu dinding. Di samping bangunan ini adalah rumah asli tempat Imam Bonjol tinggal selama pengasingannya

Riwayat Perjuangan

Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.

Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena “diundang” kaum Adat. Riwayat hidup dan profil imam bonjol
 
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136-41).

Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan paderi cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824. Gubernur Jendral Johannes van den Bosch pernah mengajak Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan maklumat “Perjanjian Masang”, karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat.

Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri . Bersatunya kaum Adat dan kaum Paderi ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur’an)).

Dalam MTIB, terefleksi ada rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. Tuanku Imam Bonjol sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. “Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?” (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?), ungkap Tuanku Imam Bonjol seperti tertulis dalam MTIB (hal 39).

Penyesalan dan perjuangan heroik Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) juga dapat menjadi apresiasinya akan kepahlawanannya menentang penjajahan[3]. — seperti rinci dilaporkan G. Teitler yang berjudul Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837.

Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda adalah Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz dan seterusnya, tetapi juga nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.

Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenap alias Madura). Ketika dimulai serangan terhadap benteng Bonjol, orang-orang Bugis berada di bagian depan menyerang pertahanan Paderi.

Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda. Tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Bela


kapitan patimura

Advertisement
Biografi Kapitan Pattimura. Beliau merupakan salah satu pahlawan nasional yang sangat gigih melawan penjajah Belanda. Mengenai profil Pattimura, Beliau memiliki nama asli Thomas Matulessy ada juga yang mengatakan nama aslinya adalah Ahmad Lussy.

Beliau lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku pada tanggal 8 Juni 1783. Dan meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun. Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi.

Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis).

Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma.

Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur.

Dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.

Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817

Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.

Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa.

Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.

Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.

Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Pattimura bersama para tokoh pejuang lain yang bersamanya akhirnya dapat ditangkap.

Pattimura ditangkap oleh pemerintah Kolonial Belanda di sebuah Rumah di daerah Siri Sori. Pattimura
Advertisement
kemudian diadili di Pengadilan Kolonial Belanda dengan tuduhan melawan pemerintah Belanda.

Pattimura kemudian dijatuhi hukuman gantung, sebelum eksekusinya di tiang gantungan, Belanda ternyata terus membujuk Pattimura agar dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda, namun Pattimura menolaknya.

Pattimura kemudian mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di depan Benteng Victoria di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik Indonesia.
Patung Pattimura
Perdebatan Mengenai Nama Asli dari Kapitan Pattimura.
Banyak yang mengatakan bahwa Pattimura sebenarnya bernama  Ahmad Lussy yang beragama Islam, tetapi banyak juga yang meyakini bahwa Pattimura lebih dikenal dengan Thomas Mattulessy yang identik Kristen. Inilah yang menjadikan perdebatan sampai sekarang ini.

Untuk meluruskan hal tersebut memang perlu dilakukan penelusuran sejarah tentang asal usul Pattimura dengan data-data pendukung berupa penelitian yang berasal dari sumber-sumber yang sifatnya otentik serta faktual.
Lukisan Wajah Asli Pattimura
Gambar diatas konon merupakan lukisan dari wajah Kapitan Pattimura ketika ia ditangkap oleh Belanda pada tahun 1817. Lukisan tersebut dibuat oleh Verheul yang merupakan seorang perwira dan penulis asal Belanda.

Lukisan tersebut ditemukan di KITLV di Leiden, Belanda. Untuk mengetahui lebih jelasnya, pembaca dapat membaca buku yang berjudul 'Ini Dia Aslinya Kapitan Pattimura' yang ditulis oleh Luthfi Pattimura dan Kisman Latumakulita sebagai sumber referensi pembaca sekalian.

Potret wajah Pattimura yang biasa dilihat pada pecahan Uang Seribu konon dibuat setelah kemerdekaan. Sebenarnya tidak ada yang mengetahui wajah asli dari Pattimura sebab sangat sedikit sekali dokumentasi mengenai hal tersebut. Lukisan Pattimura yang biasa kita lihat mungkin hanya rekaan berdasarkan imajinasi oleh pelukis sesuai dengan karakter atau tipe orang Maluku.

Pattimura pernah berkata :
 (Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya).
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Pattimura, pahlawan dari Maluku yang juga merupakan pahlawan nasional. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Pattimura seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut.

Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Kapitan Pattimura juga tampak optimis. Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan :
 Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit”
Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu. Di bagian lain, Sapija menafsirkan, 
 Selamat tinggal saudara-saudara”, atau “Selamat tinggal tuang-tuang”
Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Dan Inilah yang menjadi perdebatan sejarah hingga sekarang ini. Bagaimana menurut pembaca sendiri?? 


Advertisement

Sejarah Pahlawan

Sejarah Pahlawan Nasional - Pangeran Diponegoro

sejarah pangeran diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785.  Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia. 

Pemerintah Republik Indonesia memberi pengakuan kepada Pangeran Diponegoro sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.

Penghargaan tertinggi juga diberikan oleh Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) , pada 21 Juni 2013 yang menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833. 


Merupakan putra sulung Sultan Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono III, untuk mengangkatnya menjadi raja mataram dengan alasan ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

Riwayat Perjuangan Pangeran Diponegoro

Perang Diponegoro berawal saat pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Beliau muak dengan kelakuan Belanda yang tidak mau menghargai adat istiadat masyarakat setempat dan juga mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.

Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. 

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putera Pangeran Diponegoro. Pangeran Alip atau Ki Sodewo atau bagus Singlon, Diponingrat, diponegoro Anom, Pangeran Joned terus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat Putera Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewo.

Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrawati. Perjuangan Ki Sadewa untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran.


Penangkapan dan pengasingan

Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro

Pada tanggal 20 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.

Tanggal 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.

30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipasana dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna akan dibuang ke Manado.

3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.

Tahun 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.

Pada Tanggal 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.

Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. 

sejarah sultan iskandar muda

Perjuangan Sultan Iskandar Muda Posted By Nanang Ajim  |  Posted On 8:56 AM  |  With  1 Comment Kesultanan Aceh Darussalam merupa...