Sultan Hasanuddin
“Membangun Benteng dengan Derita”
Dalam masa pemerintahannya, terutama saat membangun benteng pertahanan di Mariso, Sultan Hasanuddin ditenggarai telah menindas serta menganiaya rakyat dan bangsawan Bone.,
Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke XVI. Ia lahir di Makasar, 12 Januari 1631. Ia putera kedua dari Sultan Muhammad Said atau Sultan Malikussaid. Beliau merupakan Raja Gowa ke XV.
Banyak penulis sejarah mengatakan bahwa Sultan Hasanuddin bukan “Anak Pattola” artinya bukan Putera Mahkota yang paling memenuhi syarat untuk menduduki tahta Kerajaan Gowa. Karena ia lahir sebelum ayahnya menjadi Raja Gowa dan ibunya bukan dari golongan Anak Karaeng ti’no.
Sultan Haasanuddin memang bukan Anak Pattola yang memenuhi syarat untuk menduduki Kerajaan Gowa, namun beliau juga dapat menduduki tahta Kerajaan Gowa yang sedang berada dalam puncak kejayaannya tanpa ada reaksi, oposisi, atau perlawanan dari pihak lain. Padahal tercatat dalam sejarah sebagai Perang Mahkota atau Perang Suksesi yaitu perang untuk menentukan siapa yang menjadi Raja.
Lalu apa yang membuat Sultan Hasanuddin dapat menduduki tahta Kerajaan Gowa?
Ternyata karena ayahandanya, Sultan Muhammad Said, Raja Gowa ke XV sebelum wafatnya beramanat untuk Sultan Hasanuddin agar mewarisi pemerintahan.
Hal tersebut menjadi satu kekuatan karena adat Kerajaan Gowa itu amanat Raja Gowa tidak boleh dibantah dan harus ditaati.
Selain itu, faktor yang sangat penting dan mendukung Sultan Hasanuddin yang bukan “Anak Pattola” dapat menaiki tahta Kerajaan Gowa karena ia memiliki sifat-sifat yang menonjol. Ia terkenal cerdas, gagah berani, dan bijaksana. Beliau juga pernah memangku jabatan penting sebelum menjadi Raja Gowa XVI, Sultan Hasanuddin adalah Karaeng Tumakajannangang atau panglima perang yang mengurus dan memikirkan mengenai strategi peperangan dan pertahanan.
Disamping itu, yang menyebabkan Sultan Hasanuddin menduduki tahta Kerajaan Gowa ialah faktor keturunan. Yang menurut adat Kerajaan Gowa masih berhak untuk menjadi Raja Gowa.
Kerajaan Gowa terletak di posisi yang strategis yakni di ujung selatan jazirah barat daya pulau Sulawesi dengan ibukotanya yang terkenal dengan nama Sombaopu terletak di Pantai Selat Makassar.
Sultan Hasanuddin melanjutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan monopoli perdagangannya di Indonesia bagian timur. VOC menganggap orang—orang Makasar dan Kerajaan Gowa sebagai penghalang dan saingan berat. Bahkan VOC menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya. Mereka berusaha dengan jalan diplomasi. Belanda selalu ingin menjalankan perdagangan monopoli hasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Belanda melarang orang Makasar berdagang dengan musuh-musuh Belanda yaitu Portugis.
Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa.kerajaan Gowa menentang dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin berpendirian sama bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama. Itu sebabnya Kerajaan Gowa menentang usaha monopoli VOC dan ini yang membuat VOC berusaha untu menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa.
Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara orang-orang Makasar yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dan VOC dipimpin oleh Laksamana Speelman. Bertujuan untuk menyingkirkan Kerajaan Gowa.
Pertempuran-pertempuran terus berlangsung begitu pula diadakannya berbagai perjanjian perdamaian dan gencatan senjata, namun selalu dilanggar oleh VOC dan merugikan Kerajaan Gowa. Wilayah Kerajaan Gowa semakin sempit karena pasukan-pasukan musuh yang semakin lama semakin mendesak.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bungaya, pada 18 November 1667. Setelah merasa Perjanjian Bungaya itu sangat merugikan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa, akhirnya pada 12 April 1668 perang kembali pecah. Pada 24 Juni 1669 jatuhlah Banteng Sombaopu yakni benteng utama dan tertangguh Kerajaan Gowa.
Karena kegagahan dan keberaniannya melawan VOC, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Kawasan Timur.
Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670 setelah menderita penyakit ari-ari, setelah kurang lebih tujuh belas tahun memerintah dan memimpin Kerajaan Gowa. Ia dimakamkan di Katangka, Makasar.
Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepada Sultan Hasanuddin diteguhkan dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 087/TK/1973 pada tanggal 6 November 1973.
KONTROVERSI
Ada kalangan yang menyebutkan bahwa Sultan Hasanuddin telah menindas serta menganiaya rakyat dan bangsawan Bone. Dalam pengerahan tenaga membuat benteng pertahanan dan meggali parit yang besar inilah bangsawan Bone banyak mengalami penderitaan.
Aru Palaka sebagai salah seorang pemimpin Bone tidak bisa menerima adanya paksaan untuk membangun benteng itu. Maka di bawah pimpinan Aru Palaka itu terjadi pemberontakan orang Bone yang dimulai bulan September 1660, tepat di Tallo diadakan pesta panen. Pada saat itulah tawanan dan para pekerja melarikan diri.
Mereka kemudian menyebrang ke Buton untuk memperoleh perlindungan Sultan Buton. Tapi pada tahun1663 Aru Palaka dan kawan-kawan meninggalkan Buton dengan kapal Belanda. Mereka bermaksud ke Batavia untuk meminta bantuan VOC agar mengadakan perjanjian untuk membebaskan rakyat Bone dari Kerajaan Gowa.
Aru Palaka kembali ke Bone dan menyatukan rakyat Bone untuk bersama-sama menyerang Kerajaan Gowa. Setelah pertempuran yang melelahkan akhirnya Gowa menyerah dan menandatangani perjanjian Bungaya. Sejak saat itu, Aru Palaka menjadi sultsn di Bone dan menggeser pengaruh Kerajaan Gowa sebagai kesultanan terbesar di Indonesia bagian timur.
Lalu ada kalangan yang mempertanyakan Aru Palaka ini pahlawan atau pengkhianat bangsa? Dalam sejarah pahlawan indonesia, ia termasuk pengkhianat karena menerima bantuan dari pihak Belanda.
Selain itu, ada kalangan yang mengatakan bahwa pahlawan itu hanya sebuah pemaknaan, menurut kita Aru Palaka adalah seorang pengkhianat, namun menurut rakyatnya ia pahlawan, karena telah membebaskan mereka dari jajahan Kerajaan Gowa. Aru Palaka mungkin memang boneka boneka Belanda, akan tetapi ia merupakan pahlawan untuk Bugis.
Bukankah seluruh Sulawesi Selatan baru dikuasai Belanda tahun 1905, yaitu saat Kerajaan Bone ditaklukkan? Jadi, belanda butuh waktu 238 tahun untuk menaklukkan seluruh Sulawesi Selatan mulai dari Perang Gowa tahun 1667 sampai Perang Bone 1905.
Namun ada yang menilai bahwa Aru Palaka dan Sultan Hasanuddin punya pendirian masing-masing. Keduanya pun sama-sama berjuang demi bangsanya. Hanya saja waktu keduanya saling bersingguhan. Bukankah dalam perjalanan waktu, kedua kerajaan ini dengan gigih meneruskan perlawanan melawan VOC?***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar